Sebuah papan kecil penunjuk arah bertuliskan "Ayam Goreng Mbah
Cemplung" akhirnya YogYES temukan setelah lebih dari satu jam
berputar-putar kebingungan. Halaman parkir yang dua kali lebih luas dari
tempat makan menyambut kedatangan kami. Beberapa spanduk besar berisi
iklan yang menyatut nama Ayam Goreng Mbah Cemplung tampak mengisi
dinding bagian luar.
Seorang wanita mempersilakan YogYES untuk masuk ke kedai
yang sudah berdiri sejak tahun 1980 ini. Meja dekat pintu masuk menjadi
pilihan kami. Dari sini, semua aktivitas baik di luar maupun di dalam
terlihat jelas. Ternyata panduk-spanduk iklan tak hanya ada di bagian
luar, melainkan juga di tiap sisi dinding dalam ruangan. Dinding semi
permanen ini bagaikan sebuah tayangan televisi dengan rating tinggi yang
membuat beberapa produk barang dan jasa berlomba untuk mendapatkan
tempat beriklan.
Lima belas menit menunggu, akhirnya pesanan pun datang.
Ayam kemanggang goreng bersanding dengan sepiring nasi putih pulen,
sambal, serta lalapan segar tersaji dihadapan kami. Warnanya kuning
keemasan dan menggugah selera. Sempurna. Inilah menu sederhana yang
menjadi alasan dibalik melegendanya nama Mbah Cemplung di kancah
perayamgorengan Jogja. Gurih dan empuknya daging ayam goreng kampung di
sini juga menjadi alasan mengapa banyak orang rela 'blusukan' hingga ke
kaki Gunung Sempu demi seporsi ayam goreng.
Tak ada proses khusus untuk membuat ayam goreng lezat ini
meng-Indonesia dan dikenal oleh banyak orang dari luar Jogja. Kuncinya
hanya sebuah resep keluarga yang diracik sempurna sejak 34 tahun silam.
Ayam kampung kemanggang berusia tak lebih dari 3 bulan diungkep dua kali
agar bumbu semakin meresap dan daging menjadi lebih empuk. Proses
terakhir adalah dengan mencemplungkan ayam ke dalam minyak panas
sebentar saja, sebelum akhirnya bertahta di atas piring, terhidang di
atas meja dan tandas seketika.
Tak ada istilah tersisa di tempat makan ini. Semua ayam
selalu ludes terjual. Dalam satu hari, Ayam Goreng Mbah Cemplung bisa
menyajikan sekitar seratus ekor ayam goreng menggoda. Wajar saja, hanya
selama kurang lebih satu jam berada di sini, entah sudah berapa puluh
orang yang datang dan pergi. Mobil-mobil dengan plat dalam dan luar kota
pun bergantian parkir di luar sana. Bahkan beberapa kali, antrian
sempat terlihat mengular di bagian kasir.
Dari Dusun Semanggi, Mbah Cemplung mencoba melawan dominasi
ayam krispi. Resep rumahan yang semula biasa saja ini kini tak henti
dicari. Meskipun lokasinya jauh dari kata tempat strategis namun tetap
laris. Kedainya sederhana namun melegenda.
sumber :http://www.yogyes.com
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.